Apa yang tidak terlihat bukan berarti tidak ada. Sama halnya dengan perasaan sedih, bersalah, takut, yang ditutup-tutupi, mungkin orang lain tak melihatnya tapi diri bisa merasakan.
Bisa saja bibir tersenyum padahal sebetulnya sedang memendam sedih. Bisa juga dia berkata aku berani padahal sebetulnya takut. Mulut bisa berkata lain tapi perilaku akan mengekspresikan apa yang dirasakan. Orang yang sedih biasanya murung, enggan beraktivitas bukan karena malas tapi karena memang level energinya yang rendah.
Does “Mental Illness” Exist?
Sayangnya mengenai masalah kesehatan mental ini masih ada yang melihat sebelah mata, menganggap terlalu berlebihan, bahkan menganggap tidak ada hingga keluhan tersebut benar-benar tampak nyata, ketawa sendiri tanpa sebab, teriak-teriak, halusinasi, dan sebagainya.
Bagi orang yang lagi galau, stres, sedih, cemas bilang jangan galau, stres, sedih, cemas tuh rasanya tidak banyak membantu.
Orang yang sedang galau juga maunya nggak galau. Orang yang lagi sedih juga maunya nggak sedih, sama orang yang lagi takut juga maunya nggak takut. Apalagi orang yang lagi cemas, minta ia menahan cemasnya akan membuatnya semakin menderita.
Sebagai contoh orang dengan gangguan kecemasan obsesif-kompulsif atau kita kenal OCD (Obsessive Compulsive Disorder. Ia tak akan tenang sebelum 4 kali (kadang bahkan lebih) mengecek pintu benar sudah terkunci atau belum. Ketika kita minta ia untuk menghentikan perilaku tersebut, yang ada malah menimbulkan kecemasannya.
Secara ilmiah memang gangguan pada mental ini bisa dijelaskan apa yang melatarbelakanginya. Umumnya yang menjadi faktor resiko adalah genetik, kelainan struktur dan fungsi otak, hingga pola asuh yang kurang tepat saat kecil.
Contoh pola asuh yang kurang tepat adalah mengejek anak, bisa dari orang tuanya sendiri, teman, saudara, bahkan gurunya. Saat kecil, anak tak punya kekuatan untuk melawan, akhirnya dipendam dan masuk alam bawah sadar. Maka saat besar hal itu bisa berubah wujud menjadi OCD, demi mencari kesempurnaan.
Mengetahui hal ini kita jadi paham ya betapa pentingnya mengapresiasi karya anak, bahwa mereka unik dan memiliki potensi masing-masing. Orang dengan gangguan mental mereka menyadari kok dirinya tengah “sakit” dan sangat ingin sembuh, karena hal seperti itu sungguh menyiksa.
Tapi bagaimana caranya? Menerima? Oke menerima pun bagaimana caranya? Sekedar berucapkah bahwa kita menerima keadaan tersebut sementara hati masih beegejolak? Hmm insya Allah bisa tapi harus konsisten. Mengingat sambungan neuron di otak dengan konsep diri yang lama sudah begitu tebal. Maka untuk membentuk jalur neuron baru perlu diucapkan berulang kali, setiap hari terus-menerus. Ingat postingan aku beberapa hari lalu tentang “Berkata Baik atau Diam“?
Pada dasarnya orang yang sedang cemas, takut, sedih, stres, level mood yang rendah, dan sebagainya membutuhkan solusi praktis yang bisa diterapkan untuk menyelesaikan problem dalam dirinya.
Solusi praktis di sini bukan sekadar kata-kata motivasi. Sekadar berkata berpikirlah positif, ucapkanlah kata-kata yang baik, jangan marah, namun kalau akar masalah dalam diri tidak diselesaikan keluhan tersebut hilang sesaat saja. Bila pemicunya muncul keluhannya bisa muncul lagi.
Solusi praktis di sini juga bukan dengan obat, melainkan melalui metode self-healing. Mengoptimalkan kerja tubuh untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Sebetulnya bisakah keluhan mental tersebut disembuhkan? Jawabannya seberapa yakin kita, bahwa ini bisa disembuhkan bahkan tanpa obat.
Selalu kembalikan semuanya pada Allah. Allah sesuai prasangka hambaNya. Ketika kita berpikir, yakin bahwa Allah Maha Kuasa menyembuhkan, maka insya Allah sembuh.
Sekarang bagaimana metode self-Healing tersebut?
Prinsip self-healing di sini adalah menyandarkan semuanya pada Allah Ta’ala, agar keluhan-keluhan mental yang diderita bisa terhempas dan meraih ketenangan hidup agar bisa mendukung sebuah harapan dan cita-cita yang penuh manfaat.
Banyak metode self-healing yang bisa digunakan, baik yang berlandaskan pada aspek spiritual, mental, maupun keduanya. Saya sendiri memilih keduanya, namun sebelum melangkah untuk mengeluarkan emosi negatif, ada baiknya memperbaiki spiritual dulu. Masih ingat bab “Kendalikan Amarah Dengan Tepat?”
Sebetulnya kata amarah pada tulisan tersebut berlaku (dalam hal merelease emosi negatif) untuk segala jenis emosi berlevel energi rendah, seperti malu, bersalah, apatis, kesedihan mendalam, takut, keinginan, marah hingga bangga.
Bagaimana Memulai Self-Healing dengan Quran?
Buat saya mental – spiritual tak bisa dipisahkan. Mengatasi keluhan mental harus dilandasi dengan spiritual agar jiwa bersih dari segala pengaruh bisikan jahat. Mengapa harus membereskan dari spiritual dahulu? karena kita (dan semua organ serta semua sel penyusun tubuh kita) adalah makhluk Tuhan. Maka makanan terbaik bagi diri adalah dengan mendekatkan pada penciptaNya, Allah Azza Wa Jalla.
Bagaimana cara mendekatkan diri padaNya? Ada sebuah kata mutiara yang menyejukkan hati.
“Jika kamu menjadikan alquran sebagai panduan, maka kamu tidak akan pernah kehilangan arah.”
Kamu di sini maksudnya ya kita, artinya saya juga. Bukan menyuruh namun mengajak. Siapa yang ingin kehilangan arah? Tidak ada! Semua ingin mendapat petunjuk yang benar maka harus mencari di sumber yang benar, yang tak ada keraguan padanya, yakni Alquran.
“Dan Kami turunkan dari al-Qur`an suatu yang menjadi penyembuh dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur`an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalim selain kerugian.”
(QS Al-Isra: 82).
Bersungguh Memohon pada Allah Swt
Bila ingin sembuh, bersungguh-sungguhlah meminta kesembuhan padaNya. Sebaiknya awali dengan solat taubat. Memohon ampun atas semua salah dan dosa yang pernah diperbuat.
Kemudian minta kepada Allah untuk kekuatan dan mohon temani saat kita melakukan terapi dengan Alquran. Tentu kita berharap senantiasa dalam perlindungan Allah.
Bila ini sudah dilakukan niatkan membaca Alquran untuk mensucikan jiwa. Rukyah syar’iyyah hanya menggunakan Alquran dan sunnah yang Sahih. Tolah ukur keberhasilannya adalah adanya perbedaan sebelum dan sesudah terapi. Biasanya hati menjadi lebih tenang. Terapi ini perlu dilakukan terus-menerus.
Ada orang berkata, “aku juga setiap hari membaca Alquran” . Namun ingat, kita akan mendapatkan apa yang kita niatkan. Ketika kita membaca Alquran untuk belajar maka insya Allah kita dapatkan pula pahala menuntut ilmu. Ketika kita niatkan untuk mensucikan jiwa insya Allah kita dapatkan pula tujuan tersebut.
“Sesungguhnya amal perbuatan tergantung pada niat, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan yang ia niatkan. Barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya maka ia akan mendapat pahala hijrah menuju Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang ingin diperolehnya atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka ia mendapatkan hal sesuai dengan apa yang ia niatkan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Mental yang sehat bisa diraih dengan selalu menautkan hati pada Allah Ta’ala, menjaga pikiran tetap positif, dan menjauhi segala penyakit hati, seperti iri, ujub, sombong, ghibah. Bila pikiran dan perasaan negatif datang, bersegeralah istigfar dan mengganti dengan pikiran dan perasaan positif serta jangan lupa perbanyak berbuat baik.