Berkata baik atau diam- Hari ini sungguh menyenangkan. Aku bersyukur semalam dapat tidur nyenyak meski terdengar tangis suara anak kecil di samping rumah. Aku memilih bahagia, semangat, produktif, dan antusias menjalani hidup.
Bagaimana perasaan kita saat membaca sepenggal jurnal syukur yang diikuti afirmasi positif di atas? Sungguh makanan yang menyenangkan bagi hati, bukan?
Bandingkan dengan kalimat berikut …
Hari ini sungguh menyebalkan. Semalam terdengar suara tangisan anak kecil hingga larut malam. Sungguh awal pagi yang buruk, malas sekali mengerjakan tugas kantor.
Kalau saya jelas tidak nyaman mendengar keluhan-keluhan pada kalimat tersebut. Kalau bukan untuk contoh dan perbandingan, tentu saya akan segera menghapusnya.
Bargh Hallway Theory
Saya pernah membaca sebuah penelitian yang dilakukan oleh Prof. John Bargh dari Yale University, Amerika Serikat. Dalam penelitian tersebut beliau dan tim hendak menguji kekuatan kata-kata dan pengaruhnya pada tubuh manusia. Ada 40 mahasiswa yang telah bersedia untuk melakukan self-talk selama 30 hari. Dari 40 mahasiswa tersebut, kemudian dibagi menjadi 2 kelompok, yakni kelompok A dan kelompok B.
Kelompok A adalah kelompok self-talk positif. Selama mereka bangun alias dalam kondisi sadar harus mengucapkan kata-kata positif dan diulang-ulang. Misal hidup ini indah, enak, menyenangkan, rezeki lancar, sehat, lucu, asyik, luar biasa, semangat, dan sebagainya.
Kelompok B adalah sebaliknya selama sadar mereka harus mengucapkan kata-kata negatif. Misal bosan, susah, rezeki seret, malas, kesal sampah menggunung, kotor, dan sebagainya.
Kegiatan self-talk tersebut dilakukan selama 30 hari, dan hanya boleh terlewat saat mereka sedang tidur. Jadi selama bangun dan sadar mereka harus mengucapkan kata-kata tersebut.
Di hari ke-30 mereka diminta untuk datang ke kampus antara pukul 10.00-13.00. Para koresponden dari berbagai latar mengamati ekspresi mereka di koridor (hallway) selama 3 jam. Sepanjang koridor ini telah disiapkan banyak kamera tersembunyi di balik kaca cermin. Inilah mengapa penelitian ini terkenal dengan nama Bargh Hallway Theory.
Para koresponden kemudian mengamati melalui monitor via kaca cermin yang responden sendiri tak mengetahuinya. Mereka para penilai ini pun tak mengetahui sebelumnya mahasiswa yang dari kelompok A dan B. Para penilai hanya diberi kertas berisi foto responden beserta nama dan ada dua kolom A dan B.
Setelah 3 jam mengamati, hasilnya mengejutkan! Para koresponden yang berjumlah 100 orang tersebut, tepat menilai mana kelompok A dan mana kelompok B hanya dari aura atau pancaran wajah saja.
Para responden dan tim heran. Mengapa bisa demikian tepat jawabannya? Namun menurut penuturan Bapak Mardigu WP (pendiri Rumah Yatim Indonesia) yang juga menjadi koresponden dari penelitian tersebut menyatakan bahwa aura wajah yang keluar dari para responden jelas terbaca.
Pakaian jas tiga lapis dan penampilan necis tak bisa membohongi pancaran suram yang keluar dari wajahnya. Maka dengan mudah koresponden menilai ini dari kelompok B.
Begitu juga ada yang datang dengan pakaian yang santai, jeans dan kaos oblong namun pancaran wajahnya tampak berbinar. Maka dengan mudah koresponden mengkonfirm bahwa ia dari kelompok A.
Hmm… Ternyata sebegitu kuatnya efek kata-kata pada tubuh ya. Bagaimana ini bisa terjadi?
Bagaimana Kata-kata Memengaruhi Tubuh?
Dalam kesempatan itu, Prof John menjelaskan bahwa manusia memiliki satu triliun sel. Setiap hari mati kira-kira tiga puluh milyar sel sehingga di hari ketiga puluh manusia itu berbeda sel dengan tiga puluh hari yang lalu. (note: catatan aslinya sel tersebut billion nano jumlahnya).
Di hari ke-30 tersebut sel yang bertumbuh sifatnya netral. Maka, bila kita terus berkata-kata yang baik, tanpa jeda, dan berulang-ulang, sel yang bertumbuh tersebut pun akan membuat tubuh kita bereaksi sesuai data base yang kita tanamkan. Demikian sebaliknya.
Inikah Maksud Idul Fitri Kembali Suci?
Membaca penjelasan tersebut, kemudian saya teringat pada momen idul fitri. Mungkin kalau secara ilmiah inilah sebabnya mengapa idul fitri disebut dengan hari yang suci, yakni di mana manusia pada hari itu seperti terlahir kembali.
Seperti yang kita ketahui bersama, umat muslim merayakan idul fitri setelah 30 hari menjalani ibadah Ramadhan. Bulan Ramadhan adalah bulan menahan. Bukan hanya haus dan lapar, namun menahan diri dari hal-hal yang membatalkan juga mengurangi nilai puasa.
Jadi sebagai umat muslim kalau kita manfaatkan Ramadhan untuk berkata baik selama 30 hari setiap kita sadar kemudian didukung dengan melakukan berbagai perbuatan baik. Insya Allah benar adanya idul fitri kita seperti lahir kembali (suci). Bahkan seorang alim mengatakan lebih baik dari bayi yang baru dilahirkan. Mengapa? Bayi yang baru lahir memang tak ada dosa tapi mereka belum memiliki amal. Sementara kita, selain bersih dari dosa karena rahmat Allah Swt, juga memiliki amal-amal dari yang lalu-lalu.
Kata-kata Motivasi yang Mendemotivasi
Karenanya kita tak bisa remehkan makna suatu kata. Setiap kata yang terucap akan didengar oleh telinga kemudian diolah di otak dan otak mengirimkan sinyal pada tubuh terhadap kata-kata yang diucapkan.
Di sini lah perlu kehati-hatian. Nyatanya ada beberapa kata yang terkesan heroik namun justru mendemotivasi. Contohnya adalah kata, Bangkit! Ada yang pernah mendengar sebuah kalimat motivasi, “sukses adalah dia yang berhasil bangkit setelah jatuh, bila jatuh 99x, pastikan bangkit 100x!”
Tak sadar padahal kalimat tersebut dapat membuat seseorang menjadi lemah. Mengapa? Sebab, ia mensugesti pikirannya bahwa untuk sukses ia harus jatuh berulang kali. Bagaimana rasanya jatuh? Hmm, pasti sakit, apalagi berulang kali tentu melelahkan.
Lalu bagaimana sebaiknya? Gunakan saja kata-kata positif. Sukses adalah ia yang bahagia dan antusias berkarya sebagai wujud rasa syukur pada Tuhannya. Semakin sering diulang, semakin baik. Tubuh akan merespon dan fokus dengan kata bahagia, antusias, berkarya, syukur, dan Tuhan.
Baca juga : Menulis untuk kesehatan jiwa
Energi Kata dalam Islam
Jauh sebelum lahir penelitian ini, Nabi Muhammad Saw pun telah bersabda:
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Semoga sebagai muslim kita bisa istiqomah sami’na wa’atona, kami dengar kami taat. Inilah iman.
Meyakini bahwa apa yang datang dan bersumber dari Alquran dan Hadist adalah suatu keniscayaan. Kebenaran yang hakiki, mengandung kebaikan, serta petunjuk bagi kita manusia di muka bumi ini.
Dengan begitu, tak perlu menunggu Ramadhan. Setiap hari adalah awal yang baru, setiap waktu adalah kesempatan baru. Mulailah dari saat ini juga untuk berkata-kata yang baik. Namun bila tak ada sesuatu yang baik untuk dikatakan, Nabi menyuruh kita untuk diam.
Semoga kita bisa konsisten ya menggunakan kata-kata yang baik dan benar dalam keseharian. Jadi benar adanya sabda Nabi, berkata baik atau diam.
7 Comments. Leave new
Berkata baik atau diam. Wah, Terima kasih mba, sudah diingatkan untuk kembali mengevaluasi diri hari ini
betul makanay kata2 baiklah yg selalu diucapkan akan memberikan positif bagi tubuh
Masyaallah dahsyatnya bahagia dan syukur yang selalu diucapkan bisa memberikan aura cerah dan menyenangkan ya mbaak, harus mulai di terapkan positive self talk tiap hari biar makin positif dan banyak berkah, bismillah
Suka banget dengan tulisan-tulisannya
Berkata baik saja sih hiiii maka dapat pahala 😀
Tarik nafas panjang baca postingan ini, jujur merasa sangat tertampar karena terkadang tanpa sadar saya sering melakukan hal-hal yang kurang baik seperti contoh di atas, terimakasih telah mengingatkan mba
[…] Tapi bagaimana caranya? Menerima? Oke menerima pun bagaimana caranya? Sekedar berucapkah bahwa kita menerima keadaan tersebut sementara hati masih beegejolak? Hmm insya Allah bisa tapi harus konsisten. Mengingat sambungan neuron di otak dengan konsep diri yang lama sudah begitu tebal. Maka untuk membentuk jalur neuron baru perlu diucapkan berulang kali, setiap hari terus-menerus. Ingat postingan aku beberapa hari lalu tentang “Berkata Baik atau Diam“? […]