Manusia adalah makhluk sosial, senang berinteraksi. Faktanya, ya kita memang saling membutuhkan. Bahkan yang mengaku individualis pun tetap membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Misalnya saja ketika ia ingin solo traveling, tentu ia tetap memerlukan jasa petugas ticketing, supir/pilot, tukang masak, dan lainnya.
Apalagi orang yang kepribadiannya senang bergaul, akan semakin banyak interaksi sosial yang terjadi. Nah dalam interaksi tersebut bukan tak mungkin timbul gesekan, entah salah ucap, tak menepati janji, tak mengerti instruksi, dan sebagainya yang mampu menyulut emosi marah dari orang lain.
Marah adalah salah satu emosi dasar pada manusia yang memang sudah terprogram dalam otak, tak bisa dihilangkan. Namun kabar gembiranya adalah amarah bisa dikendalikan. Marah adalah suatu reaksi untuk melindungi tubuh dari ancaman atau bahaya.
Oleh karenanya penting untuk mengenali diri sendiri, mengenali bahwa diri sedang marah, agar tahu bagaimana mengekspresikan marah yang tepat. Beberapa contoh ekspresi marah yang tidak tepat adalah merusak, berteriak, memukul, ngebut, hingga tawuran atau pertikaian.
Inilah yang disebut emotionally illiterate atau kebutaan emosi yang diiringi ketidakmmampuan memahami perasaan dan kurang mampu memahami bagaimana mengekspresikan marah yang dapat diterima secara norma sosial (Duffy, 2012 dalam Buletin Psikologi Ekpresi Emosi Marah).
Pengaruh Marah Pada Tubuh
Bagaimana pengaruh marah yang tak terkendali pada tubuh? Ketika marah, hormon stres keluar, tekanan darah meningkat, kemudian otot-otot tubuh menegang, nafas memburu cepat, jantung pun berdegub lebih kencang.
Pada otak sendiri karena saat marah hormon bahagia dalam hal ini serotonin ditekan, maka komunikasi antara pusat pengatur emosi (amigdala) dan logika (lobus frontal) menjadi lemah. Itu sebabnya saat marah otak tidak dapat berpikir jernih.
Namun ketika memilih tenang, hormon stres ditekan, tubuh lebih rileks, tekanan darah stabil, nafas teratur, jantung memompa dengan kekuatan normal. Otak pun dapat berpikir lebih jernih karena kadar serotoninnya cukup untuk menjalin komunikasi antara pengatur emosi dan logika.
Melihat efek dua hal tersebut, tinggal kita yang memilih mau bertindak seperti apa. Yang jelas apapun yang dilakukan ketika marah hasilnya tak pernah memuaskan (kecuali mengendalikan amarah). Makanya Nabi menyeru kita agar tidak membuat keputusan saat marah.
Dari Abdurrahman ibn Abu Bakrah, ia berkata: Abu Bakrah menulis surat untuk anaknya yang ketika itu berada di Sijistan yang isinya: Jangan engkau mengadili diantara dua orang ketika engkau marah, sebab aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Seorang hakim dilarang memutuskan antara dua orang ketika marah.
Bagaimana Mengendalikan Amarah?
Memilih tenang saat ada peristiwa yang menyulut amarah memang perlu ikhtiar. Respon marah terjadi selain karena bisikan syaitan bisa juga karena memendam emosi negatif.
Emosi negatif yang dipendam itu misalnya pengalaman traumatik seperti perasaan tertekan atau sering dimarahi saat kecil. Saat emosi tersebut belum berhasil direlease, maka ketika saat ini mengalami kondisi sulit bisa saja timbul reaksi dari bawah sadar seperti marah-marah.
Lalu syaithan menambahi muatan pada emosi tersebut dengan mengembus-embuskannya pada dada manusia. Seolah, “kamu wajar kok melakukan itu, kamu boleh kok marah-marah”. Jadi, kuncinya adalah dua hal ini, maka benahi spiritual dan release emosi negatif.
Perkuat Spiritual
Harus disadari bahwa kita semua adalah makhluk spiritual. Keberadaan kita di muka bumi ini jelas atas kehendak Allah Yang Maha Kuasa. Oleh karenanya untuk memperbaiki segala aspek dalam hidup, penting untuk mengembalikan semuanya pada Allah Swt sehingga kesehatan spiritual pun dapat kita raih. Namun namanya syaithan tidak pernah rela melihat manusia ikhlas, sabar, dan melakukan amal Salih.
Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat). (QS. Al Araf:17)
Oleh karenanya kita sangat membutuhkan pertolongan Allah agar dilindungi dari segala macam bentuk godaan syaithan. Langkah pertama untuk mensucikan jiwa ialah:
1. Solat taubat
Memohon ampun dan mengakui kesalahan mengundang pertolongan Allah. Sebagai mana kisah Nabi Yunus as, saat ditelan ikan paus. Bukan mencari jalan keluar dengan logikanya, namun hal pertama yang ia lakukan adalah memohon ampun dan mengakui kesalahan.
2. Perbanyak Tilawah
Alquran merupakan petunjuk hidup, pembeda yang benar dan salah, serta syifa atau obat bagi hati dan fisik. Maka dengan ini kita bisa memohon kesembuhan atas keluhan mental ataupun fisik melalui ayat-ayatNya, yakni melakukan Rukyah Mandiri dengan niat mensucikan jiwa. Lalukan secara rutin dan mohon kesehatan Mental-Spiritual dariNya.
3. Ikuti PerintahNya dan Jauhi LaranganNya
Allah itu Maha Suci maka ketika ada kotoran dalam hati (entah marah, kecewa) maka saat itu kita telah memasukkan sifat syaithan (tidak ikhlas) menggantikan sifat Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Jadi setelah menjalani solat taubat dan rukyah mandiri, lanjutkan dengan memperbanyak amal soleh dan berikhtiar meninggalkan sesuatu yang menjadi laranganNya.
Release Emosi Negatif
Sepanjang hidup kita banyak melewati peristiwa dan berbagai macam emosi yang menyertainya. Ada yang merasa bersalah alias terus menyesali keadaan masa lalu, ada yang menyimpan dendam, dan lainnya. Di sinilah perlunya kita me-release emosi negatif tersebut.
1. Akui, Mohon diangkat, dan Istigfar
Ilmu ini saya dapat juga saat mendengar kajian dr. Aisyah Dahlan, Cht. Emosi negatif apapun yang tengah dirasakan baik sedih, takut, ataupun marah, akui saja.
Sambil berdoa, akui rasa tersebut pada Allah, kemudian minta diangkat level emosi tersebut agar sampai pada tingkatan muthmainnah. Selanjutnya istigfar sambil membayangkan emosi negatif tersebut keluar. Lakukan sampai terasa lega.
2. SEFT
SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) merupakan teknik membebaskan masalah emosi dengan pendekatan spiritual. Terapi ini dilakukan dengan cara mengetuk ringan (tapping) pada titik saraf tertentu atau meridian dalam tubuh. Teknik ini mudah dilakukan secara mandiri. Kuncinya adalah yakin, ikhlas, dan pasrah. Mengenai bagaimana detail terapinya, bisa googling sendiri ya.
3. Menulis
Menurut Imam Nawawi menulis mampu mentralisir perasaan sekaligus emosi negatif yang dipendam lama. Menumpahkan segala keluh kesah pada secarik kertas akan membuat perasaan lebih lega karena lepasnya emosi negatif dari tubuh. Termasuk membuat jurnal syukur sehingga kita bisa lebih menghargai apa yang ada pada diri saat ini.
4. Latihan pernafasan
Menarik nafas dalam secara perlahan mampu meredakan stres. Teknik pernafasannya adalah hirup udara dari hidung, tahan, kemudian embuskan perlahan dari mulut. Pastikan kembung kan perut saat menghirup, dan kempiskan saat mengeluarkan nafas. Lakukan secara rutin.
Kelola Marah dalam Islam
Dalam Islam sendiri ada bentuk amarah yang dibolehkan, yakni apabila melihat hukum Allah diabaikan.
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka hendaknya dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, sesungguhnya itulah selemah-lemah iman.’ (HR. Muslim).
Perkuat spiritual dan me-release emosi negatif merupakan cara agar hati tak mudah tersulut amarah. Namun bagaimana ketika rasa amarah itu tengah melanda?
Islam sendiri menganjurkan dua hal yakni:
Berpindah posisi
Jika salah seorang di antara kalian marah ketika berdiri, maka hendaklah ia duduk. Apabila marahnya tidak hilang juga, maka hendaklah ia berbaring.” (HR Ahmad)
Berwudhu.
“Sesungguhnya marah itu dari setan, dan setan diciptakan dari api, dan api bisa dipadamkan dengan air. Apabila kalian marah, hendaknya dia berwudhu.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Mengendalikan amarah memang perlu ikhtiar. Bagi siapa yang bisa mengendalikan emosi ini, balasannya pun luar biasa yaitu Syurga! Yuk bangun kesehatan mental yang baik.
“Janganlah Marah maka bagimu Syurga.”
7 Comments. Leave new
Yes Mbak.. Kalau seseorang sudah bisa mengendalikan amarah maka sudah bisa mengendalikan diri secara keseluruhan.
Mengatur amarah juga menjadi PR terberat saya. Makanya saya biasakan untuk bernapas lebih panjang kalau sudah mau marah
noted mb, selama wfh saya merasakan emosi yang berbeda, dapat pencerahan dari artikel ini, masya allah
huhuhu barusan abis marah sama anak
baca ini jadi melow saya …
sayanya aja yang kurang sabar,
tapi memang cobaan seoragn ibu itu di lisannya.
alhamdulillah sampai saat ini kalau marah tidak ngucap yang dilarang agama.
semoga saya bisa lebih sabar
Perbanyak tilawah. Masya Allah, memang benar ya Mbak. Dengan tilawah hati akan menjadi tenang dan amarah bisa dikendalikan. Sy mengalaminya sendiri..
Saya kalau stress malah jadi pemarah, terbalik ya mba?
Wah luar biasa. Amarah adalah salah satu emosi yang harus dipelajari dan disadari keberadaannya. Kalau sudah disadari baru coba belajar mengendalikannya. Biasa kelepasan karna gak sadar kalau lagi marah