Reframing-Membingkai ulang suatu peristiwa dengan mengubah sudut pandang tanpa mengubah peristiwa itu sendiri.
Kita semua tengah mengalami situasi yang sama walau tak sama persis. Intinya kita saat ini sama-sama berada di masa pandemi COVID-19 dan baru saja menjalani bulan Ramadhan 1441H. Anak-anak masih belajar di rumah, sebagian ada yang bilang bosan, sebagian ada yang bilang sudah biasa.
Tak usah tanya mengapa, tapi coba kita bingkai ulang pertanyaannya menjadi bagaimana cara agar bisa menjalani puasa dan bermain bersama anak dengan menyenangkan di tengah suasana seperti ini?
Pikiran akan selalu mencari jawaban atas pertanyaan kita. Ketika kita bertanya tentang hal yang baik insya Allah hal ini pula yang menjadi jawaban.
Pada dasarnya setiap peristiwa itu adalah netral, namun pikiran dan perasaan kitalah yang menjadikan peristiwa tersebut memiliki muatan emosi. Bisa positif maupun sebaliknya.
Emosi yang ditimbulkan tiap orang bisa berbeda dalam situasi yang sama. Contohnya saat ini, saat keadaan menuntut kita untuk di rumah saja, sebagian ada yang santai dan tetap bersemangat, namun sebagian ada yang teriak-teriak bosan, jenuh, dan menjemukan. Situasinya sama namun menghasilkan pemaknaan yang berbeda. Mengapa bisa seperti ini?
Dalam dunia NLP (Neuro-Linguistic Programming) ada sebuah metode yang dapat digunakan untuk mengubah cara pandang terhadap suatu peristiwa agar pemaknaan terhadap peristiwa tersebut berubah menjadi lebih baik, yaitu Reframing. Ada dua macam bentuk Reframing, yakni Content Reframing dan Context Reframing. Apa beda keduanya? Saya akan jelaskan melalui contoh berikut.
Content Reframing
Membingkai ulang isi dari sebuah pengalaman atas suatu perilaku/kejadian.
Contoh Pertama
Lebaran tahun ini walau saya sudah memberi pemahaman kepada Asisten Rumah Tangga di rumah untuk menunda mudik, tetap saja ia meminta mudik. Kini beberapa hari menjelang lebaran saya harus menyelesaikan semuanya sendiri. Padahal awalnya saya sudah memimpikan beraneka ragam menu lebaran yang lezat. Ada opor, rendang, sayur labu, sambal goreng hati serta ketupat.
Namun, ketiadaan ART membuyarkan keinginan saya tersebut. Maklum saya memang belum piawai memasak aneka menu lebaran. Walau sebetulnya bisa sih googling resep, cuma membayangkannya saja sudah lelah. Hihi… Namun poinnya bukan itu, di sini saya memilih reframing untuk lebih positif. Tak ada ART menjelang lebaran adalah bentuk kasih sayang Allah bagi saya untuk mengejar banyak pahala.
Menyiapkan sahur, berbuka, membersihkan ruangan, mencuci, menyeterika pakaian, menemani anak, melayani suami, betapa banyak limpahan rahmat yang Allah curahkan di bulan mulia tersebut pada saya. Saya sangat bersyukur. Semoga lelah ini menjadi berkah.
Contoh kedua
Masih di saat yang sama. Menjelang lebaran ternyata saya haid, tepatnya 8 hari sebelum lebaran. Saya menyadari kalau saya menggerutu kesal karena keterbatasan menggenjot ibadah, saya berpikir bukan pahala malah jatuhnya bisa dosa karena mengingkari ketetapan Allah. Saya pun melakukan reframing.
Menurut kajian-kajian yang saya pelajari, justru Allah itu sangat memuliakan wanita. Bayangkan saja, saat haid Allah akan memberikan pahala sempurna sebagaimana kebiasaan ia selagi suci. Wah masya Allah, kalau begini, artinya Allah memberikan saya pahala sebagaimana biasanya ditambah dengan pahala baru ketika saya mendengarkan kajian, berdzikir, mempelajari ilmu agama, mendengarkan Alquran.
Dengan demikian, Allah justru menambah pahala lagi. Memiliki waktu istirahat lebih tapi dapat pahala lebih juga (pahala yang biasanya ditambah pahala dengan ibadah tambahan) , insya Allah… Masya Allah. Jadi, tidak masalah haid menjelang lebaran kan bisa mendapat pahala lebih.
Context Reframing
Membingkai ulang sebuah pengalaman akan perilaku/kejadian dengan mengubah konteksnya sehingga menimbulkan makna baru yang positif.
Contoh Pertama
Sejujurnya selama belum ada ART, saya mengerjakan hampir semuanya sendiri. Dengan begini, saya berharap anak saya bisa lebih mandiri. Jadi saya tak begitu lelah. Kalau biasanya saya bantu mengingatkan setiap suapan, kini dengan pengertian yang saya ulang terus-menerus ia mulai mengerti.
Ia bisa lebih fokus ketika makan sendiri, mandi sendiri, juga menggambar sendiri. Namun dari semua kegiatan yang dilakukannya secara mandiri, ia melakukannya dengan tempo yang lambat. Kalau ibu-ibu gemes gak? Hahaa… Di sini saya reframing memilih memahami bahwa ia anak yang teliti dan hati-hati, istilahnya attention to detail.
Contoh kedua
Hal ini mungkin ibu-ibu sering alami sendiri, anak yang begitu aktif. Rumah hampir sulit rapi. Semua mainan keluar, belum lagi anggota badan yang lecet-lecet. Alih-alih melabeling anak nakal, lebih baik reframing bahwa anak tersebut aktif, kreatif, dan kinestetik yang bisa jadi itulah sinyal keterampilan yang bisa melejitkan potensinya.
Bisa Karena Biasa
Melakukan reframing memang perlu latihan terus menerus hingga terbiasa. Maklum pikiran sudah lama terprogram dengan jalur yang biasa dilalui. Kita perlu membuat jalur baru, jalur positif yang memaknai segala hal dari sudut pandang positif. Awal perubahan mungkin saja ada rasa tak nyaman, tapi keputusan ada di tangan kita. Memilih menghindar atau membentuk jalur baru yang positif tersebut. Kalau kita berpikir kita bisa insya Allah kita bisa.
Konsep reframing dalam islam
Saya selalu takjub dengan ayat-ayat Allah, betapa konsep reframing ini tersebar banyak dalam Alquran. Salah satunya di surat Al Insyirah. Allah berfirman,
” Maka, bersama kesulitan ada kemudahan. Sungguh bersama kesulitan ada kemudahan.”
(QS.94:5-6)
Dua kali Allah menegaskan bahwa bersama kesulitan ada kemudahan. Bukan setelah tetapi bersamaan. Sekarang bila ada hal yang kita tak suka, lihat hal baik apa yang bisa kita temukan di sana. Kalau dalam ilmu Magnet Rezeki inilah yang disebut bungkus permen. Bersama bungkus ada permennya.
Bisa jadi juga justru hal yang menurut kita tak baik ternyata malah baik di mata Allah. Pengetahuan kita terbatas. Sementara Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Lagi-lagi Allah mengajak kita reframing melalui firmanNya:
“Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
(QS. Al Baqarah: 216)
Dalam kehidupan konsep reframing ini mengajak kita untuk terus berperasangka baik dan meyakini bahwa selalu ada hikmah dibalik peristiwa. Ingin hal-hal yang baik terjadi maka bingkailah ulang makna yang kita anggap negatif menjadi positif. Ingat, Allah sesuai prasangka hambaNya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat).”
(Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 6970 dan Muslim, no. 2675]
Ubah Hidup Lebih Positif dengan Reframing
Mulai sekarang ubah cara pandang negatif dengan reframing agar muncul ketenangan hati, kebersyukuran dan menarik hal-hal baik terjadi pada kita. Jangan lupa maksimalkan ibadah, ya!
27 Comments. Leave new
Setuju reframing membuat hidup lebih bahagia dan bermakna yaa tks artikelnyaa 🙂
Sama-sama Ummi…
Wah dapet ilmu daging nih
Alhamdulilah
MasyaAlloh, memang semua bagaiman cara kita memandang. Keren Bun postingannya.
Alhamdulilah… semoga bisa memproduksi yg bagus2 ya kita.
Setuju banget. Bisa jadi yang kita tidak suka justru jadi yang terbaik. Cuma terkadang namanya manusia, tetap mau yang diinginkan untuk dikabulkan . Semoga setiap impian kita bisa dikabulkan tahun ini ya mba, aamiin
Aamiin dan semoga ketika itu dikabulkan itu yg terbaik menurut Allah ya mba
Narik nafas panjang baca tulisan berkualitas tinggi seperti ini, terimakasih mba sudah mencerahkan
Sebelumnya saya tidak tahu istilah NLP, reframing dan lain-lain, sekarang benar-benar tercerahkan, terimakasih ya mba
Alhamdulillah… Semoga kita istiqomah mempraktikkannya ya mba
Wah.. Ilmu baru… Saya suka
Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu berfikir positif dalam menghadapi pandemi ini
Aamiin
Konteks reframming ini pernah aku pelajari waktu ikut pelatihan online sehubungan dengan psikis gitu. Hehe. Intinya memang betul. Amestakung. Alam semesta mendukung pikiran kita.
Wah mba Emmy…. Asik nih sdh lbh dulu dpt ilmunya
makasih sharingnya
Ini tulisan yang sangat membuka pikiran saya… ternyata sangat penting mem-frame pikiran agar tetap teratur ya jalani hari-hari.. makasih mba tulisannya…
Sama2 mba
Masya Allah, ilmu yang keren ini Mbak. Terima kasih ya? dan ternyata saya sudah melakukannya, jadi kalau istilah saya mengubah mindset.
Wah masya Allah… Betul mba ubah mindset…
Ilmu baru buat saya, terima kasih.
Sama2 mba
Maa syaa Allaah tulisannya mencerahkan sekali Mbak. Saya baru tahu konsep reframing ini intinya konsepnya mengajak kita untuk selalu melihat sudut pandang yang positif ya. Bahwa di setiap musibah selalu ada hikmah. *Noted banget nih
Alhamdulillah… Semoga bermanfaat ya mba…
Udah sering dengar istilah reframing, tp blm ngeh sperti apa. Bayanganku membingkai ulang sesuatu tp blm jls. Baca artikel ini jd terbuka, owh yg dimksud reframing itu sperti itu to. Jd melihat sesuatu secara positif shungga membuat hati lbh bersyukur lgi. Baik Mb Dwi makasih ya sharingnya…
[…] untuk menjaga mental tetap sehat kita biasakan reframing, berkata baik, menjaga makanan sehat dan halal, serta berbagai perbuatan baik. Karena inilah fitrah […]
[…] Baca juga : Kelola Pikiran dengan Reframing […]