Judul Buku : Memulihkan Sekolah Memulihkan Manusia
Penulis : Haidar Bagir
Penerbit : Mizan
Tahun Terbit : 2019
Ketebalan Buku : 212 halaman
Nomor Edisi : ISBN 9786024411350
Resensi Buku Memulihkan Sekolah Memulihkan Manusia-Berangkat dari kegalauan menentukan Sekolah Dasar anak, saya mencari banyak sekali referensi tentang beberapa sekolah di sekitar rumah. Prinsip saya mengenai sebuah sekolah sebetulnya hanyalah tiga, yaitu akhlak-agama-minat bakat.
Mengapa tiga point itu penting? Harapannya tentu saja kami ingin, kelak si anak bisa tumbuh menjadi pribadi yang enjoy menjalani karir yang dipilihnya hingga tak lelah menebar manfaat untuk sesama karena Allah Ta’ala.
As we know, orang yang menjalani apapun karena Allah Swt, insya Allah ia akan memegang teguh pedoman hidup sesuai Alquran dan Hadist.
Itu harapan kami dan pastinya kalian juga kan.
Banyak sekolah di sekitar rumah yang kata orang bagus, namun setelah saya dan suami sambangi langsung ada saja yang membuat kami merasa tidak cocok. Suami saya, sebagai seorang yang memiliki latar-belakang di dunia pendidikan memberikan beberapa referensi sekolah. Ada satu sekolah yang menurutnya bagus. Sayangnya ketika saya googling ada “isu lama” yang sulit lepas dari benak beberapa orang. Meski banyak juga review positif dari para orang tua bahkan alumninya sendiri, termasuk ketika saya dan suami survey langsung ke sekolah tersebut.
Sampailah pada suatu ketika dalam proses menggali informasi yang lebih atau istilahnya tabayyun, saya menemukan buku bersampul hijau tua ini. Besar keinginan untuk membacanya demi mencari tahu bagaimana pemikiran Penulis tentang Pendidikan. Alhamdulillah pucuk dicinta, ulam tiba. Ketika membeli formulir pendaftaran salah satu sekolah yang kami survey tersebut, buku yang saya incar ini ada di dalamnya.
Baca Juga : Resensi Keceriaan Ramadhan di Berbagai Benua (Buku Anak)
Sekarang, yuks kita review!
Resensi Memulihkan Sekolah Memulihkan Manusia
Saya bermimpi, suatu saat orang akan melihat kehidupan bukan sebagai gelanggang pertarungan memojokkan dan menyingkirkan orang lain demi menguasai semua sarana pemuas syahwat untuk diri sendiri. Syahwat harta, syahwat kekuasaan, syahwat politik, dan syahwat-syahwat lainnya.
Suatu saat orang percaya bahwa kebahagiaan terletak dalam hidup sebagai manusia, manusia biasa, yang lahir keluarbiasaannya justru karena dia hidup sebagai manusia biasa.
…
Itu hanya sepenggal mimpi yang Penulis sampaikan dalam bukunya di halaman awal. Masih banyak mimpi-mimpi mulia lainnya yang tertulis hingga 5 lembar ke belakang.
Buku setebal 212 halaman ini, memiliki 3 bagian utama. Bagian 1 mengupas tentang Falsafah Pendidikan. Kemudian bagian 2 tentang Konsep dan Metode Pendidikan. Selanjutnya bagian 3 mengenai Falsafah Pendidikan Islam.
Bagian 1
Dalam Bagian pertama dikupas lebih dalam yang terbagi menjadi beberapa subbagian. Diawali dengan “Kembali Bertanya: Apa Tujuan Sistem Pendidikan Kita?” Penulis melihat ada absensi dalam Falsafah Pendidikan bangsa ini. Alih-alih melahirkan warga negara-warga negara yang baik dan mampu bersaing dengan bangsa lainnya, justru tereduksinya individu yang reflektif dan berkarakter.
Akibatnya, pendidikan terus menerus dikuasai oleh aspek domain kognitif dan psikomotorik secara mubadzir seraya melupakan domain afektif dan moralitas. Parahnya lagi penggarapannya dicekokkan melalui teknik hapalan tanpa pikir (rote memorization) , ketimbang menggalakkan rasa ingin tahu dan kreativitas siswa. Yang tak kurang parah, penilaian (assessment) diselenggarakan untuk mengukur hasil pencapaian akademis parsial sesaat siswa sambil mengabaikan proses dan cara-cara autentik yang mencakup karakter, serta berbagai kecerdasan dan bakat lain siswa. (hal 30)
Dalam subbagian selanjutnya, Penulis kelahiran Surakarta ini mengupas bagaimana pendidikan yang memanusiakan manusia seharusnya. Bahwa manusia bukanlah artificial Intelligence karena manusia memiliki jiwa dan hati. Setiap upaya dan proses pendidikan haruslah mampu melihat dan menggarap seluruh aspek potensi kemanusiaan.
Lalu sekarang, lebih penting mana mendidik anak pintar atau anak bahagia? Merangkum dari berbagai penelitian bahwa faktanya kesuksesan tak ada hubungannya sama sekali dengan kepintaran-sebagaimana diukur dengan IQ. Oleh karenanya, mendorong anak untuk pintar dengan cara yang tidak bijaksana bisa menyebabkan anak kehilangan peluang karakter-karakter yang mendukung kebahagiaan.
Lebih jauh lagi, Penulis mengaitkan bagaimana hubungan 9 kecerdasan majemuk dengan IQ, EQ, dan SQ. Sekadar mengetahui bakat tidak akan memberikan jaminan bahwa anak akan sukses. Bagaimanapun penting untuk melakukan penggalian, pengembangan, disertai dorongan minat yang memadai terhadap bakat itu sendiri.
Bicara kecerdasan majemuk, minat, bakat, tak lepas dari kreativitas. Dalam buku ini Penulis menjelaskan bahwa seseorang harus dalam keadaan flow yakni suasana yang Nyaman, dan betul-betul menikmati apa yang dilakukan untuk bisa membangkitkan kreativitasnya. Maka dalam dunia pendidikan penting membentuk atmosfer yang menyenangkan serta bebas dari ketakutan selama proses belajar-mengajar.
Jujur saja hal di atas sulit didapatkan kala saya berada di bangku SMA terutama saat mata pelajaran matematika dengan sistem pembelajaran classical. Bagaimana dengan kamu?
Tak terasa hampir setengah buku saya lahap. Meski perlu berkali-kali mengulang halaman karena diksi dan rangkaian kalimat yang sedikit rumit buat saya pahami. Namun bila ditelaah lebih dalam kita dapat menemukan benang merahnya.
Masih dalam bab 1, mengenai berkhayal. Saya melihat Penulis yang juga ketua Yayasan Pendidikan Lazuardi, sebagai seorang yang sangat menghargai mimpi dan imajinasi. Nyatanya, banyak karya agung juga bermula dari imajinasi, bahkan cita-cita pun pada awalnya mengambil bentuk khayalan dan mimpi.
Ada satu subab yang sulit saya cerna, yakni “Pendidikan karakter atau Liberal Arts?” Perlu pendalaman lebih hingga saya googling makna liberal arts sesungguhnya. Bahwa ternyata “Arts” di sini bukan seni melainkan ilmu, yaitu ilmu yang mendasar dan luas.
Subbagian terakhir di bagian 1 adalah “Problem Pendidikan Karakter dalam Kurikulum“. Penulis menekankan bahwa bagaimanapun strategi pengajaran mesti tetap bersifat konkret dan praktis ketimbang teoretis.
Baca Juga : Resensi Novel Yorick; Takdir Sukses Untuk Si Petarung Ulung
Bagian 2
Masuk pada bagian 2, mengenai Konsep dan Metode Pendidikan, penulis banyak mengupas bagaimana dengan kurikulum pendidikan kita selama ini (sebelum Menteri Pendidikan saat ini merelease keputusan untuk menghapuskan UN). Penulis memandang bahwa kurikulum itu semestinya membekali anak dengan kompetensi yang dibutuhkannya dalam kondisi real ketika siswa didik telah terjun dan mengambil peran di masyarakat.
Penulis nampak sepakat dengan model pembelajaran Finlandia, di mana orientasi terhadap proses lebih penting ketimbang hasil. Mengutamakan kenyamanan belajar siswa. Tak mengenal PR, istirahat diperbanyak. Karena menurut penulis sekolah hakikatnya bukanlah tempat berhasil melainkan tempat “gagal”. Artinya sekolah bisa menjadi tempat yang asyik bagi siswa dalam memfasilitasi anak-anak mengembangkan keingintahuannya, trial and error atas percobaannya, hingga kelak berhasil dalam arti sesungguhnya ketika terjun ke dunia nyata.
Sudah waktunya kita mengingatkan kembali pentingnya menjadikan hal-hal lain di luar sains dan matematika sebagai kriteria keberhasilan pendidikan di negeri kita. Hal 159.
Di akhir bab 2 penulis mengupas tentang ujian nasional. Apakah hal ini efektif membuat siswa bekerja keras? Ataukah justru memunculkan celah manipulasi nilai sekaligus memberikan pengajaran terselubung kemerosotan karakter.
Baca Juga Resensi Bukuku, Ya! : 9 Bulan Penuh Berkah!
Bagian 3
Di bagian terakhir ini Penulis mengupas Falsafah Pendidikan Islam. Di mana di dalamnya dibahas bagaimana Perspektif Islam tentang Pendidikan. Perbedaan Tarbiyah dan Ta’dib, yang mana Ta’dib (pengadaban) menjadi tujuan puncak setiap proses pendidikan.
Begitupun dalam subbagian Mengajarkan Agama dengan Benar bahwasanya akhlak adalah sebagai puncak agama dan bukan sekadar pelajaran tata cara beribadah legal-fotmalitas dan bersifat hafalan, yang kosong dari makna batinnya sebagai pengembangan akhlak mulia.
Penulis juga mengkhawatirkan mengenai pelajaran biografi (sirah) Nabi Muhammad Saw. Apa yang dikhawatirkan adalah apabila anak-anak sekolah di benaknya terpikir bahwa sebagian besar masa hidup Nabi itu berperang. Padahal menurut penelitian jika dijumlahkan seluruh perang Nabi hanya memakan waktu total 800 hari. Penelitian lain yang tak memasukkan hari-hari persiapan, ekspedisi yang tak berujung pada peperangan, mendapati totalnya hanya 80 hari.
Kalau melihat karier Nabi Muhammad Saw sebagai Nabi selama 23 tahun, artinya hanya 10% harinya yang terpakai untuk peperangan. Apalagi kalau mengambil data yang 80 hari artinya hanya 1%. Sisanya yang 90-99% adalah digunakan untuk mengajarkan akhlak mulia dan memberikan teladan tentang hamba Allah yang tugasnya menyebarkan rahmat bagi semesta alam.
Pada akhirnya Penulis yang namanya selama beberapa tahun berturut-turut masuk sebagai 500 most Influential Muslims (The Royale Islamic Studies Centre, 2011) , menutup Bagian 3 ini dengan orientasi Akhlak (Budi Pekertu atau Karakter) dalam Pendidikan Agama. Kelemahan-kelemahan pendidikan agama kita di bangku sekolah saat ini masih terpusat pada hal-hal yang bersifat simbolis, ritualis, dan legal-formaliatis.
Padahal pendidikan yang baik harus menggarap tiga ranah kemanusiaan, yakni ranah kognitif (intelektual), ranah afektif (emosional), dan ranah psikomotorik. Kenyataannya, banyak di antara penganut agama gemar mendengarkan ceramah, berdiskusi, berdebat berbagai isu keagamaan namun tak ada wujud nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Berapa banyak orang sadar, betapa besar keinginan untuk berbuat baik, tetapi sedikit dan sulit terwujud dalam kenyataan. Artinya ada ranah psikomotorik yang kurang terjamah. Ranah psikomotorik ini meliputi kejujuran, kerja keras, professionalisme, kesopanan, dan filantropi sosial dalam pengembangan disiplin.
Dengan demikian penyusunan materi pelajaran agama di sekolah haruslah mengarah pada penanaman akhlak. Karena sesungguhnya akhlak ini adalah perwujudan dari Rukun Ihsan.
Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (H.R. Muslim 102).
Saya menukil Hadis di atas dari situs muslim.or.id, agar ada gambaran bagi para pembaca bagaimana perwujudan ihsan itu.
Kesimpulan
Maka setelah ini, saya bisa sarankan buat kalian yang memang peduli terhadap pendidikan, bacalah buku Memulihkan Sekolah memulihkan Manusia. Buku ini sangat layak dibaca oleh para pendidik, orang tua, dan pengambil kebijakan di lembaga pendidikan demi meluruskan kembali falsafah pendidikan kita agar tumbuh generasi yang berakhlakul karimah.
14 Comments. Leave new
Bukunya termasuk tipis, ya. Tapi mengupas banyak hal mengenai mendidik anak.
Meski tipis, butuh konsentrasi buat memahami rangkaian kalimat di dalamnya. Tapi bener bgt isinya padat bergizi
Isinya bergizi banget ya mbak Dwi. Apalagi kalau bahas tentang pendidikan anak, sangat penting banget nih untuk memperlebar wawasan orangtua dalam memilih sekolah. TFS mbak Dwi:)
Ya mba. Maklum menjelang anak SD muncul kegalauan emak2 mau nyekolahin anak di mana. Nah ini biar ada panduan menentukan kriteria sekolah.
makasih reviewnya
Sama-sama mba
Resensinya menarik, bikin penasaran untuk membaca sendiri buku ini. Buku yang bisa menjadi rujukan bagi mereka yang peduli dengan dunia pendidikan.
Bagus sekali bukunya Mbak. Bagi saya pribadi, belajar di sekolah juga tidak hanya soal nilai, karena banyak hal yang bisa kita kembangkan dengan belajar di sekolah. Namun, di sekolah rata-rata kemampuam anak diukur dari nilai. Suka sedih, kalau ternyata anak saya ada yang kurang bagus nilainya. Meskipun sebenarnya di aspek yang lain, dia unggul.
Aku setuju banget utk bagian “lingkunganyang nyaman” karena anak-anak butuh kenyamanan untuk bisa enjoy belajar. Kerrn bnget nih bukunya. Wajib baca deh
Benar mbak, membangun akhlaqul karimah sama juga membangun manusia berkarakter.
Harusnya memang yg lebih ditekankan itu.
Wah, kebetulan sekali, adik saya sedang mencari sekolah untuk anaknya. Buku ini bisa saya rekomendasikan untuk kepentingan pendidikan keponakan saya ya …
Judulnya saja bikin jlebb ya, memulihkan sekolah memulihkan manusia. memang memilih konsep pendidikan yang pas untuk anak-anak kita berat pertimbangannya. Enggak ada yang sreg semua di hati kita pasti. Maka menurutku ya selama pengambil kebijakan masih bermetode pendidikan yang belum memanusiakan manusia, ya kita orang tua di rumah yang harus menggenapinya
Kalau boleh tau, jadinya menyekolahkan di (SD) mana anaknya Bu? Biar jadi referensi saya juga. Terima kasih
SD Lazuardi Bu